Sabtu, 20 April 2024

momen lebaran

 Bagiku, momen libur lebaran adalah waktu yang paling aku tunggu-tunggu dalam satu tahun. Bukan hanya karena liburnya yang cukup lama alias bisa satu minggu lebih, tapi hanya saat libur lebaranlah, keluargaku penuh berkumpul di rumah.

Aku, anak pertama dari 4 bersaudara dan kami semua mondok dan sekolah di tempat yang berbeda-beda. Mungkin aku yang menjadi penyebab kami tidak pernah mondok di tempat yang sama (aku bisa ceritakan di lain waktu), tapi faktor utama yang menjadikan momen libur kami jarang bersamaan. Paling pol, hanya 'bersisipan', dengan waktu ketemu full hanya berkisar 1-4 hari saja. Hanya hari raya idul fitri lah yang menjamin kami setidaknya bisa berkumpul selama, paling sedikit, satu minggu. Meski, sayangnya, libur idul fitri ini tidak berarti kami bisa menikmati waktu bersantai di rumah sekeluarga secara 'intimate'.

Status kami di tempat tinggal adalah perantau. Abah berasal dari salah satu kota di Jawa Tengah, dan Ibuk berasal dari kota kecil di Jawa Timur yang cukup jauh dari tempat kami tinggal saat ini. Libur lebaran lebih banyak dihabiskan di kedua kota tersebut ketimbang di rumah. Kejadian yang sama juga kualami di momen libur idul fitri 2024 ini. Sebanyak tujuh dari sepuluh hari liburku aku habiskan bukan di rumah. Yap, hanya tiga malam aku tidur di rumah. Agak mengenaskan, tapi begitulah adanya.

Aku menyebut libur lebaran sebagai 'touring' karena isinya memang jalan-jalan lintas kota lintas provinsi untuk menemui sanak saudara baik dari pihak Abah maupun Ibuk. Abahku berasal dari 9 bersaudara dan Ibukku malah 11 bersaudara. Terlepas dari itu, baik pihak Abah maupun Ibuk juga masih menjaga persaudaraan dengan saudara jauh, mulai dari buyut sampai udeg-udeg siwur (bener, ga, ya istilahnya ini?) jadi momen 'sowan-sowan' atau bersilaturrahim benar-benar banyak dan aku bahkan belum bisa hafal semua nama dan bagaimana rantai silsilah hubungannya denganku. Poor me and my short memory :')

Lebaran kali ini tentu saja aku memiliki usia yang lebih tua dibanding lebaran tahun lalu. Sebagai anak sulung, perempuan, dan usia sudah melewati angka 25, tentu kalian sudah membayangkan kalimat-kalimat apa yang orang-orang sampaikan kepadaku T_T For anyone who reads this post, I ask for prayers so that I can soon meet my soulmate. Perhaps, the prayers from y'all could be more easily answered than my prayers.

Rabu, 17 April 2024

Obor

OBOR

Untuk Mbah KHM Munawwir


Sosokmu adalah obor, terang dan benderang.
Gairah belajar dan mengajarmu adalah kobar,
semangat yang menyala-nyala.
Auramu hangat, cerminan kitab suci yang sejati.
Pengetahuanmu adalah sinar,
Lantang bersinar menembus kegelapan.
Dengan alunan al-Qur’an yang meresapi relung-relung kemunkaran.

Dari Tanah Keraton hingga Tanah Haram,
Sinarmu tiada meredup.
Malah kau jadikan untuk kami lilin-lilin,
Juga obor-obor
Yang terang bersamamu, kemudian

Ingin kami dapat sepertimu juga,
Sebagai ahli kitab suci.
Sebagai obor dengan cahaya qur’ani yang abadi,
Yang dekat dengan Yang MahaSuci
..

yang telah hilang

Indonesia,

beribu pulau dan aneka budaya memukau
Berlimpah ruah kekayaan alam nan berkilau

Indonesia
Sarat harta terkubur, ragam makhluk tertabur,
terpendam pada bumi pijak yang subur

aku bertanya, kemudian
akan negeriku

Tentang kekayaan alam itu, mana?
Tentang budaya jujur itu, apa?
Tentang pemimpin yang bertanggung jawab itu, siapa?
Tentang musyawarah mufakat itu, bagaimana?

Negeriku, aku tidak tahu
Yang aku tahu negeri – negeri yang ditayangkan di tivi
Rakyat negeriku, aku tidak tahu
Yang ada di majalah adalah orang – orang yang tidak sepertiku
Budayaku, aku tidak tahu
Yang kudengar di radio bukanlah lagu bahasaku

Indonesia, yang aku tahu
Hanya korupsi dan gempa bumi
Aku tak paham dengan negeriku

Karena semua dari negeriku
Kini telah hilang



--ini ngga tauu jaman kapan--

untuk Mbah Rayi

Untuk Mbah Rayi


Mbah, aku rindu...

Sekarang siapa yang akan kucium tangannya pertama kali saat aku tiba di ndalemmu?
Siapa yang mengupas salak dan sesekali mengolaknya untukku?
Siapa yang akan mengajakku tarawih di masjid sembari mengenalkanku pada seluruh jemaat sebagai cucumu?
Siapa yang akan membukakan lemari wangi kapur barus milikmu itu?
Siapa yang akan menceritakan hikayat keluarga dengan fasih kepadaku?
juga, mengurutkan silsilah keluarga?
Mbah, kami rindu...
Siapa yang akan kami sungkemi pertama kali saat syawal tanggal satu?
Kemudian duduk di tengah setiap foto bersama?
Juga menasihati kami tanpa lelah
Tentang betapa pentingnya ngaji, ngaji, dan ngaji
Dan berdoa.
“Mbah, kula ajeng UN. Nyuwun doane, Mbah.” “Ra sah. Kabeh anak putuku wis takdongakke ben dina.”



 BELUM SEMPAT 


Untuk simbah rayi Ma’munatun Asrori binti Cholil

Mbah,
Mauidloh hasanahmu terus kau ulang,tentang kewajiban mengaji.
Tentang keharusan bertata krama,
Tentang kelalaianku berbahasa Jawa krama,
Juga kau tuturkan berbagai macam hikayat yang bermanfaat

Maaf, mbah
aku mengabaikan petuahmu berulang-ulang,
aku lebih bangga bila di kelas jadi juara, daripada mempunyai akhlak mulia
aku sibuk belajar bahasa manca, hingga lupa bahasa Jawa
aku lebih berminat pada cerita di novel, ketimbang kisah penuh hikmah

Maaf, Mbah,
Maafkan aku,
Aku belum sempat minta maaf langsung padamu.

ADAKAH?

 Adakah simfoni seindah dirimu?


Matamu berpendar cahaya,
Hatimu bersesak cinta,
Embus napasmu berpadu doa

Adakah malaikat menjelma pada ragamu?

Kau talikan sepatuku saatku hendak berlari,
Teriakkan namaku saat kuberjuang,
Memelukku tak peduli aku kalah atau menang.

Kau tukar payungku dengan jas hujan,
Padamkan lilinku dengan obor,
Menarikku dari tangga ke eskalator,
Hentikan derit biola dengan alunan surga

Nirwana boleh jadi indah tiada tara
Tapi Tuhan telah hadirkan bidadari terbaiknya
Tuk jagai aku di dunia


KOPI

 

Kopi yang kusesap masih sama, hitam

Namun sebab kopiku yang dulu, kini sudah lebam membiru

 

Kopiku kini, jalan bertahan membuka mata

Membeliak pada angka dan kata bahasa manca

Menggelisah aku ragu, apa aku mampu pahami ini semua?

 

Kopiku dulu, temani hingga malam larut

Lisanku merapal berturut-turut

Terpecut hapalanku yang carut-marut

 

Menelan ludah, terasa lagi pahit kopiku

Tetes mataku mengalir, kalbuku berdesir, aku rindu

Bukan pada kopi, tapi pada diriku di masa lalu

 Cita-cita mulia itu, akan kegali kembali

Rabu, 29 Juni 2022

Untukmu yang Berada di Ambang Ragu

 Untukmu yang Berada di Ambang Ragu


Dalam doa yang tiada henti kau untai

Ada hasrat agar perjalananmu ini cepat usai

Kerap terlintas, jangan-jangan kamu tak akan pernah sampai

Sering juga lalai dan terlalu lama bersantai

Lupa bahwa jika kamu sudah memulai, sesungguhnya tak akan ada kata

'selesai'


Saat langkah mulai tersendat

Beban yang sekarang saja sudah terlalu berat

Hei, itu tanda kamu hebat

Bertahan sampai titik ini adalah bukti kamu kuat

Jangan patah semangat!


Tolong, jangan goyah!

Tak apa jika sesekali merasa lelah

Namun jangan berhenti dan kalah

Teruskan perjuanganmu dalam menjaga kalam-kalam-Nya yang indah